Text
Bait Bait Multazam
"Gelisahku kian menggila dan akhirnya tertidur dalam dekapan mimpi aneh yang tak kutahu, misteri apa yang bernaung dibalik cadar. Aku tertinggal di belakang para Jubah Putih yang berjajar bersaf-saf sembari duduk membelakangiku. Di atasku, langit semburat jingga menyelubung dengan suara bergulung-gulung, seperti redaman guntur saat selinap ke dasar bumi.
Aku pusing dan gemetar, ingin berteriak minta tolong kepada para Jubah Putih, namun suaraku cekat saja di tenggorokan. Tak putus-putus aku berharap ada yang sudi menengokku ke belakang. Namun tak ada yang menengok. Dan gemuruh suara kian tak jelas nadanya, menampar-nampar gendang telingaku. Semesta langit seakan nyaris runtuh. Menindihku galau.
Kepanikanku membanjirkan keringat dingin di sekujur tubuh, meneriakkan pertolongan ke segala penjuru. Tak ada jawaban karena teriakanku sebatas angan. Dan gemuruh suara semakin merajalela, menghentak seluruh kesadaranku untuk segera berlari. Tapi ke mana?
“Ke depan. Cepatlah masuk ke masjid itu dan gabung bersama mereka para Jubah Putih,” sebuah suara, mungkin dari dasar hatiku.
“Tapi, tapi…, aku Katholik. Apakah mereka para Bapak Pendeta yang ada di surga? Mengapa mereka berada di…, masjid?”
“Tak usah banyak tanya. Loncat sebelum langit runtuh!”
Diempas ribu-ribu takut, aku pun terbang ke arah masjid. Seumur-umur belum pernah masuk ke tempat yang namanya masjid. Desiran loncatanku yang jauh, didorong seratus ngeri dan situasi horor, menggenapkan kesadaranku kembali dan siuman dari mimpi ajaib."
Tidak tersedia versi lain