Text
Bioetanol Ubi Kayu : Bahan Bakar Masa Depan
Global warming, pencemaran udara, dan langkanya bahan bakar mineral sudah menjadi masalah pokok dunia beberapa tahun terakhir ini. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahan-bahan mineral ini tidak bisa dibuat dalam waktu yang singkat, dan pembakarannya menghasilkan zat-zat pencemar pencemar yang sangat berbahaya. Di sisi lain, manusia tidak bisa begitu saja mengabaikan kebutuhannya akan bahan-bahan mineral tersebut karena bahan bakar merupakan sumber energi utama saat ini. Berbagai inovasi telah dilakukan manusia untuk menyelesaikan masalah-masalah ini, misalnya menemukan mesin bertenaga surya; mengkonstruksi mobil-mobil yang hemat penggunaan bahan bakarnya; dan penemuan bahan-bahan alami yang bisa menstubtitusi bensin sebagai hasil olahan bahan mineral.
Mencari bahan-bahan alami yang bisa menstubtitusi bensin adalah hal yang menarik bagi dunia ilmu pengetahuan (biokimia). Penemuan terbaru yang berkembang di Indonesia adalah fungsi senyawa kimia alkohol yang bisa menggantikan bahan bakar mineral. Seperti halnya pada bensin, alkohol berperan sebagai octane booster, yaitu kemampuan menaikkan nilai oktan dengan dampak positif terhadap efisiensi bahan bakar dan menyelamatkan mesin. Kelebihan yang dimiliki alkohol jika dibandigkan dengan bensin adalah fungsinya sebagai oxigenating agent, yakni mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran bahan bakar dengan efek positif meminimalkan pencemaran udara. Dengan demikian, alkohol dapat juga meghemat bahan bakar mineral, sehingga disebut fuel extender.
Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C). Spesies alkohol yang digunakan sebagai bahan bakar adalah C2H5OH yang diberi nama etil alkohol (etanol). Karena direkayasa dari biomassa melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi), maka etanol jenis ini disebut bioetanol. Bahan berpati (singkong; ubi kayu), bahan bergula (molasses; nira tebu; nira kelapa), dan bahan berselulosa (limbah logging; limbah pertanian) menjadi sumber utama bioetanol.
Melalui berbagai penelitian yang dilakukan, sumber bioetanol ynag memiliki efisiensi tertinggi di Indonesia adalah ubi kayu. Tanaman ini sudah sangat dikenal petani kita secara turun-temurun, sehingga dengan menggeser kegunaannya dari sumber karbohidrat ketiga menjadi BBN harga ubi kayu akan meningkat. Penanaman ubi kayu yang sudah tersebar di sentra-sentra produksi menyebabkan tersedianya lapangan kerja dan peningkatan teknologi jika produktivitasnya tinggi. Berdasarkan hal tersebut, harga ubi kayu diharapkan stabil setiap tahun saat panen raya. Selain itu, ubi kayu akan menguatkan security of supply bahan bakar berbasis kemasyarakatan. Tidak lupa, ubi kayu adalah tanaman yang toleran terhadap tanah dengan tingkat kesuburan rendah dan mampu berproduksi baik pada lingkungan suboptimal, maka basis sumber daya bahan bakar nabati menjadi semakin besar.
Buku ini memberikan inspirasi bagi anda yang mulai memikirkan mengenai masalah lingkungan hidup untuk beberapa tahun yang akan datang. Masalah ini tidak mungkin bisa diselesaikan tanpa kepedulian dari manusia penghuninya. Buku yang dikemas secara menarik dan intelektual ini mampu memberikan alasan bagi para pembacanya untuk segera bertindak. Penjabaran mengenai dampak negatif dari penggunaan bahan bakar mineral sangat rinci sehingga pembaca mengerti asal-mula masalah yang terjadi. Kebijakan-kebijakan yang sempat dicanangkan pemerintah yang berkaitan dengan bahan bakar mineral juga disinggung di dalam buku ini sehingga pembaca bisa mengkaji dan mengevaluasi tindakan pemerintah yang perlu dilanjutkan atau dihapuskan.
Tidak berhenti di sana, keunggulan lainnya dari buku yang dihasilkan dari pemikiran 6 orang ini mampu membawa masalah di luar Indonesia dan membandingkannya dengan keadaan di dalam negeri. Pembaca dibuat semakin terbuka wawasannya mengenai penanganan masalah ini secara global.
Buku ini jelas terbukti keunggulannya karena mendapat dukungan dari pemerintah melalui menteri pertanian. Seperti halnya buku-buku lainnya yang baik, penjelasan yang ada sangatlah rinci, namun tidak membuat bingung karena disajikan dalam bentuk grafik, tabel dan warna pada beberapa bagian. Proses-proses kimia yang terjadi dalam pembentukan bioetanol sangat jelas digambarkan dalam bentuk diagram. Sampul atau cover buku dibuat menarik dengan tulisan yang besar dan mencolok mata, dan tetap memenuhi kaidah komposisi yang baik.
Jika dilihat lebih jauh lagi, yang dituliskan dalam buku ini bukan hanya dampak yang muncul dari suatu hal saja, melainkan berbagai solusi yang bisa dijalankan untuk menghindari dampak-dampak negatif. Karya nonfiksi ini mau tidak mau mengajak para pembaca untuk menghadapi kenyataan dengan mulai memikirkan apa yang bisa mereka sumbangkan untuk perbaikan.
Walaupun buku ini bisa dikatakan sangat berhasil, akan lebih sempurna jika beberapa kata-kata yang berupa singkatan dari suatu kebijakan atau suatu badan (yang tidak lazim) dijelaskan terlebih dahulu sehingga tidak menimbulkan kebingungan seperti yang telah dialami beberapa pembaca selama ini.
Bagi anda yang ingin mendapatkan inspirasi lebih dalam mengenai cara utama penanggulangan masalah lingkungan hidup, buku mengenai bioetanol ubi kayu yang diharapkan mampu manjadi bahan pengganti bensin di masa yang akan datang ini akan sangat direkomendasikan.
Tidak tersedia versi lain