Text
On a Journey
Aku menangis lagi. Begitu terus hingga hari ke delapan. Aku menelentangkan tubuh. Menghapus sisa air mata dan menatap langit-langit gelap. Hidungku mampat, kepalaku pusing, dan perutku lapar. Ah ... semua ratapan ini mulai terasa membosankan.
Semenjak Stine menolak dan menghindariku, kurasa itu akan menjadi pertemuan terakhir. Meski rasa rindu terus mengigit dan rasa sepi begitu hangat menyelimuti. Kuputuskan saja untuk tidak lagi mau menemuinya.
Lalu apa itu hidup? Sesekali boleh minggat, kan?
Dengan berbekal tas kumal berisi sedikit uang dan bekal seadanya. Tanpa ponsel, melainkan hanya sepada rongsok sebagai satu-satunya alat transportasi untuk beberapa bulan ke depan. Maka aku, Rubi Tuesday, siap mengarungi jalanan kehidupan yang kering dan panas
Tidak tersedia versi lain